Monday, August 15, 2011
Bahaya Rhodamin B di Sekitar Kita
Ini zaman sepertinya terus bergerak menuju zaman instan. Orang lebih suka hasil daripada proses. Orang suka dengan kemudahan meski kemudahan itu tidak mendatangkan maslahat pada akhirnya.
Kini saya ingin cerita tentang penjual es campur di dekat rumah saya. Penjual itu selalu mewarnai nanasnya dengan warna kuning mencolok. Rumput laut yang sebetulnya berwarna putih kusam, dia warnai jadi hijau. Sedangkan kolang-kaling yang berwarna putih jadi merah. Sirup untuk es campur pun berwarna merah.
Kenapa diwarnai? "Kalau nggak dikasih warna seperti ini nggak laku, Mbak," katanya.
"Lo, memangnya pernah nyoba, menjajakan es campur nggak dikasih warna?" tanya saya.
"Nggak pernah sih, Mbak. Tapi siapa to yang mau beli dagangan saya kalau warnanya nggak cerah," kilahnya.
Zat-zat pewarna itu dia dapatkan dengan mudah di toko. "Dosis pakainya terserah, yang penting nyolok," katanya.
Penjual tersebut tidak mau susah-susah mencari daun suji untuk efek warna hijau ataupun secang untuk warna merah, misalnya.Padahal Tuhan menganugerahkan bermacam-macam tanaman seperti daun suji dan secang yang bisa dipakai sebagai pewarna alami makanan dan minuman. Namun dia lebih mempercayai bahan makanan kimia sintetis pabrikan daripada yang alami. Padahal, sudah jelas yang sintetis berbahaya bagi kesehatan. Apalagi kalau menumpuk dalam tubuh dalam jumlah besar.
Cobalah kita berpikir, berapa banyak bahan-bahan pewarna sintetis yang masuk ke tubuh kita kalau kita sering membeli es campur yang seperti ini. Belum lagi kalau pewarna sintetis tersebut merupakan rhodamin B.
Rhodamin B, menurut situs ini merupakan pewarna sintetis yang berasal dari metanlinilat dan dipanel alanin yang berbentuk serbuk kristal berwarna kehijauan, berwarna merah keunguan dalam bentuk terlarut pada konsentrasi tinggi dan berwarna merah terang pada konsentrasi rendah. Rhodamin B sering diselahgunakan untuk pewarna pangan (kerupuk,makanan ringan,es-es dan minuman yang sering dijual di sekolahan) serta kosmetik dengan tujuan menarik perhatian konsumen. Rhodamin B dan Methanyl Yellow merupakan bahan tambahan pangan (BTP) yang dilarang penggunaannya dalam makanan (Peraturan Menkes No.1168/Menkes/ PER/ X/ 1999)
Uji coba pada tikus yang diberi Rhodamin B selama satu minggu menunjukkan adanya pembesaran organ berupa peningkatan berat hati, ginjal, dan limpa.
Kita dapat mengenali ciri makanan yang menggunakan Rhodamin B, yaitu biasanya makanan yang diberi zat pewarna ini lebih terang atau mencolok warnanya dan memiliki rasa agak pahit.
Meski penyadaran demi penyadaran tentang efek negatif rhodamin B terus didengungkan, namun toh masih banyak konsumen yang abai tentang hal ini. Sekolah-sekolah tetap memperbolehkan anak didiknya untuk mengonsumsi minuman berwarna mencolok yang dijual di muka pintu gerbang sekolah. Ibu-ibu lebih menyukai terasi yang warnanya merah mencolok ketimbang yang alami. Anak-anak kita makan sosis yang berwarna mencolok.
Para penjual pun tenang-tenang saja dan tidak merasa berdosa meracuni konsumen-konsumennya dengan produk-produk yang mengandung rhodamin B.
Pengawasan untuk ini? Entahlah kenapa para pengawas masih bisa tidur nyenyak di saat banyak makanan dan minuman mengandung rhodamin B.
Hmm, kalau ini boleh disebut kekhilafan, berarti ini kekhilafan berjamaah. Astaga!
Nah, kalau nggak ingin ikut jamaahnya, kita nggak usah mengonsumsi makanan-makanan yang nggak sehat. Juga, kita bisa ikut dalam gerakan penyadaran untuk hal ini, sekecil apa pun.
Wednesday, August 10, 2011
Bisphenol A, Bahaya atau Tidak?
Bisphenol A (BPA) naik daun beberapa waktu lalu saat beberapa negara melarang pemakaian bahan ini untuk botol susu. Dr.Ir.Yadi Haryadi,Msc., dari Departemen Teknologi dan Ilmu Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor banyak menjelaskan tentang hal ini:
BPA merupakan bahan kimia dengan rumus kimia C15H16O2 yang banyak digunakan, antara lain untuk pembuatan plastik poli karbonat, resin epoksi pelapis bagian dalam kaleng, dan bagian dalam tutup botol logam, pembuatan plastik vinil klorida (PVC), komponen penambal dan pelapis gigi, bahan anti api, dan karton atau kertas daur ulang.
Untuk kasus botol susu bayi, plastik poli karbonat (bahan olahan BPA) inilah yang kemudian diolah menjadi
botol susu bayi. Kita lihat, botol warna bening dari plastik poli karbonat itu terkenal tahan pecah, tahan panas, dan bisa dibentuk bermacam-macam.
Selain botol susu bayi plastik poli karbonat itu dijadikan bahan untuk membuat cakram padat (compact disc) dan alat-alat kesehatan. Bila dicampur dengan bahan lain, plastik poli karbonat dapat digunakan pula untuk membuat bagian-bagian telepon selular, alat-alat rumah tangga, dan beberapa bagian komponen mobil.
Barang-barang yang mengandung BPA biasanya ditandai dengan angka 7 didalam logo tiga tanda panah melingkar. Bahan yang mengadung BPA tetapi dikategorikan aman untuk alat konsumsi (food grade), biasanya diberi tanda tambahan yaitu gambar gelas dan garpu.
Kita, konsumen akhir selalu dibuat bingung oleh rekomendasi-rekomendasi hasil penelitian. Ada yang bilang BPA aman, ada yang bilang tidak aman.
BPA dianggap sebagai bahan kimia yang menimbulkan efek negatif terhadap kesehatan manusia, antara lain mengganggu fungsi hormon yang berkaitan dengan sistem reproduksi, menyebabkan kanker, dan gangguan pertumbuhan janin dan bayi. Kontak manusia dengan BPA dapat terjadi melalui beberapa jalan, antara lain melalui makanan, udara, debu dan air. Namun BPA bisa diuraikan dengan cepat dan efsien menjadi
metabolit yang dibuang keluar tubuh. Artinya BPA tidak akan berakumulasi didalam tubuh. Ambang batas BPA yang dapat ditoleransi tubuh adalag 50 mikrogram/kg berat badan/hari. Artinya, ambang batas toleransi BPA itu sangat tinggi. Menurut European Food Safety Authority (EFSA) dan Environmental Protection Agency (EPA), seseorang baru akan sakit jika mengosumsi sekitar 250 gr bahan pangan yang terkontaminasi BPA.
Studi bahwa BPA berbahaya dilakukan oleh Dr.Patricia Hunt, ahli bioscience dari Amerika Serikat. Studi yang dipublikasikan di Current Biology ini mengatakan BPA menyebabkan perubahan kromosom di telur tikus percobaan. Dr.Hunt mengatakan studi itu hanyalah riset permulaan dan belum ada bukti bahwa penelitian terhadap tikus itu ada relevansinya dengan manusia.
Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan oleh Department of Chemistry, Faculty of Science, National University of Singapore, BPA adalah bahan kimia yang bekerja sebagai endokrin pengganggu. Dosis yang kecil sekalipun, menurut penelitian itu akan menyebabkan kelainan. Pada laki-laki, bahaya yang mungkin
terjadi adalah menurunnya produksi sperma, penambahan berat prostas dan kanker testis. Sedangkan pada perempuan, endokrin pengganggu itu dapat menyebabkan infertilitas dan kanker payudara. Janin dan bayi baru lahir juga paling rentan kena bahaya. Bahaya yang mungkin terjadi adalah kacaunya keseimbangan hormon.
Para ahli yang penasaran dengan penelitian Dr.Hunt itu kemudian melakukan studi lanjutan. Menurut Dr.Yadi, studi terbaru itu menghasilkan data yang bertentangan dengan penelitian itu. Demikian hasilnya:
Penelitian terkini juga membuktikan bahwa BPA tidak akan menimbulkan kanker, tidak mengganggu sistem reproduksi dan sistem kelenjar. Namun, sampai sejauh ini peneliti masih melakukan penelitian lanjutan tentang pengaruh BPA terhadap perkembangan otak, perilaku, dan kelenjar prostat pada jkanin, bayi, dan
anak-anak.
Karena penelitian belum final, perdebatan tentang keamanan BPA terus berlangsung. Jadi wajar saja bila masyrakat kebingungan harus mepercayai yang mana. Untuk mengakhiri perdebatan itu, pemerintah di berbagai negara mengambil keputusan tegas. Di Kanada, pemerintah melarang semua produk kemasan yang mengandung BPA, di Amerika Serikat, Eropa dan Jepang memperbolehkan produk itu tetap dipakai.
Keputusan tentu ada di kita konsumen, apakah mau memanfaatkan bahan yang mengandung bisphenol atau tidak. Kalau saya mending tidak memakai botol bayi yang mengandung BPA.
BPA merupakan bahan kimia dengan rumus kimia C15H16O2 yang banyak digunakan, antara lain untuk pembuatan plastik poli karbonat, resin epoksi pelapis bagian dalam kaleng, dan bagian dalam tutup botol logam, pembuatan plastik vinil klorida (PVC), komponen penambal dan pelapis gigi, bahan anti api, dan karton atau kertas daur ulang.
Untuk kasus botol susu bayi, plastik poli karbonat (bahan olahan BPA) inilah yang kemudian diolah menjadi
botol susu bayi. Kita lihat, botol warna bening dari plastik poli karbonat itu terkenal tahan pecah, tahan panas, dan bisa dibentuk bermacam-macam.
Selain botol susu bayi plastik poli karbonat itu dijadikan bahan untuk membuat cakram padat (compact disc) dan alat-alat kesehatan. Bila dicampur dengan bahan lain, plastik poli karbonat dapat digunakan pula untuk membuat bagian-bagian telepon selular, alat-alat rumah tangga, dan beberapa bagian komponen mobil.
Barang-barang yang mengandung BPA biasanya ditandai dengan angka 7 didalam logo tiga tanda panah melingkar. Bahan yang mengadung BPA tetapi dikategorikan aman untuk alat konsumsi (food grade), biasanya diberi tanda tambahan yaitu gambar gelas dan garpu.
Kita, konsumen akhir selalu dibuat bingung oleh rekomendasi-rekomendasi hasil penelitian. Ada yang bilang BPA aman, ada yang bilang tidak aman.
BPA dianggap sebagai bahan kimia yang menimbulkan efek negatif terhadap kesehatan manusia, antara lain mengganggu fungsi hormon yang berkaitan dengan sistem reproduksi, menyebabkan kanker, dan gangguan pertumbuhan janin dan bayi. Kontak manusia dengan BPA dapat terjadi melalui beberapa jalan, antara lain melalui makanan, udara, debu dan air. Namun BPA bisa diuraikan dengan cepat dan efsien menjadi
metabolit yang dibuang keluar tubuh. Artinya BPA tidak akan berakumulasi didalam tubuh. Ambang batas BPA yang dapat ditoleransi tubuh adalag 50 mikrogram/kg berat badan/hari. Artinya, ambang batas toleransi BPA itu sangat tinggi. Menurut European Food Safety Authority (EFSA) dan Environmental Protection Agency (EPA), seseorang baru akan sakit jika mengosumsi sekitar 250 gr bahan pangan yang terkontaminasi BPA.
Studi bahwa BPA berbahaya dilakukan oleh Dr.Patricia Hunt, ahli bioscience dari Amerika Serikat. Studi yang dipublikasikan di Current Biology ini mengatakan BPA menyebabkan perubahan kromosom di telur tikus percobaan. Dr.Hunt mengatakan studi itu hanyalah riset permulaan dan belum ada bukti bahwa penelitian terhadap tikus itu ada relevansinya dengan manusia.
Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan oleh Department of Chemistry, Faculty of Science, National University of Singapore, BPA adalah bahan kimia yang bekerja sebagai endokrin pengganggu. Dosis yang kecil sekalipun, menurut penelitian itu akan menyebabkan kelainan. Pada laki-laki, bahaya yang mungkin
terjadi adalah menurunnya produksi sperma, penambahan berat prostas dan kanker testis. Sedangkan pada perempuan, endokrin pengganggu itu dapat menyebabkan infertilitas dan kanker payudara. Janin dan bayi baru lahir juga paling rentan kena bahaya. Bahaya yang mungkin terjadi adalah kacaunya keseimbangan hormon.
Para ahli yang penasaran dengan penelitian Dr.Hunt itu kemudian melakukan studi lanjutan. Menurut Dr.Yadi, studi terbaru itu menghasilkan data yang bertentangan dengan penelitian itu. Demikian hasilnya:
- BPA tidak menimbulkan perubahan perilaku anak tikus sampai konsumsi 640mg/kg bobot badan/hari.
- BPA tidak mengganggu fertilitas tikus betina sampai konsumsi 600 mg/kg bobot badan/hari. - BPA tidak menimbulkan gangguan prostas sampai konsumsi 470 mg/bobot badan/hari.
- BPA tidak menimbulkan kanker prostat sampai konsumsi 600 mg/kg bobot badan/hari.
- BPA sama sekali tidak mengganggu masa pubertas.
Penelitian terkini juga membuktikan bahwa BPA tidak akan menimbulkan kanker, tidak mengganggu sistem reproduksi dan sistem kelenjar. Namun, sampai sejauh ini peneliti masih melakukan penelitian lanjutan tentang pengaruh BPA terhadap perkembangan otak, perilaku, dan kelenjar prostat pada jkanin, bayi, dan
anak-anak.
Karena penelitian belum final, perdebatan tentang keamanan BPA terus berlangsung. Jadi wajar saja bila masyrakat kebingungan harus mepercayai yang mana. Untuk mengakhiri perdebatan itu, pemerintah di berbagai negara mengambil keputusan tegas. Di Kanada, pemerintah melarang semua produk kemasan yang mengandung BPA, di Amerika Serikat, Eropa dan Jepang memperbolehkan produk itu tetap dipakai.
Keputusan tentu ada di kita konsumen, apakah mau memanfaatkan bahan yang mengandung bisphenol atau tidak. Kalau saya mending tidak memakai botol bayi yang mengandung BPA.
Daftar Taman Nasional di Indonesia
TAMAN NASIONAL adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi (pasal 1 butir 14 UU No. 5 Tahun 1990). Berikut ini daftar taman nasional di Indonesia yang bersumber dari www.dephut.go.id. TAMAN NASIONAL DI PULAU SUMATERA Gunung Leuser Siberut Kerinci Seblat Bukit Tigapuluh Bukit Duabelas Berbak Sembilang Bukit Barisan Selatan Way Kambas Batang Gadis Tesso Nilo TAMAN NASIONAL DI PULAU JAWA Ujung KulonKepulauan Seribu Gunung Halimun Gunung Gede Pangrango Karimunjawa Bromo Tengger Semeru Meru BetiriBaluran Alas Purwo Gunung Merapi Gunung Merbabu Gunung Ciremai TAMAN NASIONAL DI BALI DAN NUSA TENGGARA Bali Barat Gunung RinjaniKomodo Manupeu Tanah Daru Laiwangi Wanggameti Kelimutu TAMAN NASIONAL DI PULAU KALIMANTAN Gunung Palung Danau Sentarum Betung Kerihun Bukit Baka-Bukit Raya Tanjung Puting KutaiKayan Mentarang Sebangau TAMAN NASIONAL DI PULAU SULAWESI Bunaken Bogani Nani Wartabone Lore Lindu Taka BonerateRawa Aopa Watumohai Wakatobi Kepulauan Togean Bantimurung – Bulusaraung TAMAN NASIONAL DI MALUKU DAN PAPUA Manusela Aketajawe - Lolobata Teluk Cendrawasih Lorentz Wasur Sumber: http://www.dephut.go.id/ |
Subscribe to:
Posts (Atom)