Bisphenol A (BPA) naik daun beberapa waktu lalu saat beberapa negara melarang pemakaian bahan ini untuk botol susu. Dr.Ir.Yadi Haryadi,Msc., dari Departemen Teknologi dan Ilmu Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor banyak menjelaskan tentang hal ini:
BPA merupakan bahan kimia dengan rumus kimia C15H16O2 yang banyak digunakan, antara lain untuk pembuatan plastik poli karbonat, resin epoksi pelapis bagian dalam kaleng, dan bagian dalam tutup botol logam, pembuatan plastik vinil klorida (PVC), komponen penambal dan pelapis gigi, bahan anti api, dan karton atau kertas daur ulang.
Untuk kasus botol susu bayi, plastik poli karbonat (bahan olahan BPA) inilah yang kemudian diolah menjadi
botol susu bayi. Kita lihat, botol warna bening dari plastik poli karbonat itu terkenal tahan pecah, tahan panas, dan bisa dibentuk bermacam-macam.
Selain botol susu bayi plastik poli karbonat itu dijadikan bahan untuk membuat cakram padat (compact disc) dan alat-alat kesehatan. Bila dicampur dengan bahan lain, plastik poli karbonat dapat digunakan pula untuk membuat bagian-bagian telepon selular, alat-alat rumah tangga, dan beberapa bagian komponen mobil.
Barang-barang yang mengandung BPA biasanya ditandai dengan angka 7 didalam logo tiga tanda panah melingkar. Bahan yang mengadung BPA tetapi dikategorikan aman untuk alat konsumsi (food grade), biasanya diberi tanda tambahan yaitu gambar gelas dan garpu.
Kita, konsumen akhir selalu dibuat bingung oleh rekomendasi-rekomendasi hasil penelitian. Ada yang bilang BPA aman, ada yang bilang tidak aman.
BPA dianggap sebagai bahan kimia yang menimbulkan efek negatif terhadap kesehatan manusia, antara lain mengganggu fungsi hormon yang berkaitan dengan sistem reproduksi, menyebabkan kanker, dan gangguan pertumbuhan janin dan bayi. Kontak manusia dengan BPA dapat terjadi melalui beberapa jalan, antara lain melalui makanan, udara, debu dan air. Namun BPA bisa diuraikan dengan cepat dan efsien menjadi
metabolit yang dibuang keluar tubuh. Artinya BPA tidak akan berakumulasi didalam tubuh. Ambang batas BPA yang dapat ditoleransi tubuh adalag 50 mikrogram/kg berat badan/hari. Artinya, ambang batas toleransi BPA itu sangat tinggi. Menurut European Food Safety Authority (EFSA) dan Environmental Protection Agency (EPA), seseorang baru akan sakit jika mengosumsi sekitar 250 gr bahan pangan yang terkontaminasi BPA.
Studi bahwa BPA berbahaya dilakukan oleh Dr.Patricia Hunt, ahli bioscience dari Amerika Serikat. Studi yang dipublikasikan di Current Biology ini mengatakan BPA menyebabkan perubahan kromosom di telur tikus percobaan. Dr.Hunt mengatakan studi itu hanyalah riset permulaan dan belum ada bukti bahwa penelitian terhadap tikus itu ada relevansinya dengan manusia.
Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan oleh Department of Chemistry, Faculty of Science, National University of Singapore, BPA adalah bahan kimia yang bekerja sebagai endokrin pengganggu. Dosis yang kecil sekalipun, menurut penelitian itu akan menyebabkan kelainan. Pada laki-laki, bahaya yang mungkin
terjadi adalah menurunnya produksi sperma, penambahan berat prostas dan kanker testis. Sedangkan pada perempuan, endokrin pengganggu itu dapat menyebabkan infertilitas dan kanker payudara. Janin dan bayi baru lahir juga paling rentan kena bahaya. Bahaya yang mungkin terjadi adalah kacaunya keseimbangan hormon.
Para ahli yang penasaran dengan penelitian Dr.Hunt itu kemudian melakukan studi lanjutan. Menurut Dr.Yadi, studi terbaru itu menghasilkan data yang bertentangan dengan penelitian itu. Demikian hasilnya:
- BPA tidak menimbulkan perubahan perilaku anak tikus sampai konsumsi 640mg/kg bobot badan/hari.
- BPA tidak mengganggu fertilitas tikus betina sampai konsumsi 600 mg/kg bobot badan/hari. - BPA tidak menimbulkan gangguan prostas sampai konsumsi 470 mg/bobot badan/hari.
- BPA tidak menimbulkan kanker prostat sampai konsumsi 600 mg/kg bobot badan/hari.
- BPA sama sekali tidak mengganggu masa pubertas.
Penelitian terkini juga membuktikan bahwa BPA tidak akan menimbulkan kanker, tidak mengganggu sistem reproduksi dan sistem kelenjar. Namun, sampai sejauh ini peneliti masih melakukan penelitian lanjutan tentang pengaruh BPA terhadap perkembangan otak, perilaku, dan kelenjar prostat pada jkanin, bayi, dan
anak-anak.
Karena penelitian belum final, perdebatan tentang keamanan BPA terus berlangsung. Jadi wajar saja bila masyrakat kebingungan harus mepercayai yang mana. Untuk mengakhiri perdebatan itu, pemerintah di berbagai negara mengambil keputusan tegas. Di Kanada, pemerintah melarang semua produk kemasan yang mengandung BPA, di Amerika Serikat, Eropa dan Jepang memperbolehkan produk itu tetap dipakai.
Keputusan tentu ada di kita konsumen, apakah mau memanfaatkan bahan yang mengandung bisphenol atau tidak. Kalau saya mending tidak memakai botol bayi yang mengandung BPA.