Oemar Zainuddin |
Beberapa waktu lalu, saat singgah di Kampung Kemasan Gresik, 3 km dari alun-alun Gresik, aku mengenal seorang tokoh kampung tersebut yang juga peminat masalah budaya, yakni Oemar Zainuddin. Pak Oemar, begitu aku memanggilnya, seorang lelaki paruh baya yang juga berprofesi sebagai pendidik.
Ia cerita tentang visi dan idealismenya yang antara lain ingin merevitalisasi kejayaan Kampung Kemasan Gresik, kampung yang dicintainya. Kampung Kemasan Gresik memang pernah berjaya pada sekitar abad ke 19-an. Kini sisa-sisa kejayaannya masih tampak lewat bangunan-bangunan megah di kampung ini, yang merupakan campuran antara citarasa kolonial Belanda dan Cina.
"Banyak wisatawan yang ke Gresik datang ke kampung ini, melihat bangunan-bangunan di sini. Baik sejarah maupun bukti-bukti peninggalan Kampung Kemasan ini merupakan aset bagi Gresik, ujarnya.
Sebagai orang yang cinta kampung halaman yang membesarkannya, kini ia terus berupaya mengumpulkan bukti-bukti kesejarahan kampung tersebut. Ia mengumpulkan satu demi satu arsip-arsip kuno keluarganya.Ya, bukankah arsip pun bisa bicara. Bisa cerita tentang sebuah masa. Ternyata arsip tersebut sungguh berharga, tidak hanya untuk Kampung Kemasan Gresik, namun juga secara luas juga untuk Kota Gresik. Dari arsip itulah, kita tahu bagaimana perkembangan Kota Gresik di masa kolonial Belanda. Kita juga tahu, ternyata pribumi Gresik sangat tangguh saat itu, dan bisa dijadikan teladan untuk generasi muda kota Gresik saat ini.
sejarah gresik, buku oemar zainuddin |
Kini arsip-arsip tersebut dibukukan oleh Oemar Zainuddin lewat buku: Kota Gresik 1896-1916, Sejarah Sosial, Budaya, dan Ekonomi. Buku tersebut diterbitkan penerbit Ruas, Depok, tahun 2010. Oemar Zainuddin menuangkan pokok-pokok pikirannya dalam buku tentang Gresik pergantian abad ke-20 tersebut, bertolak dari arsip-arsip kuno, sepanjang tahun 1896-1916.
Arsip-arsip yang ditampilkan dalam buku tersebut banyak berbicara tentang sebuah keluarga di Gresik, yang sampai kini lazim disebut “Keluarga Kemasan”, dalam kaitannya dengan perkembangan ekonomi, sosial dan budaya Kota Gresik masa itu.
Arsip tersebut berupa surat-surat niaga, laporan keuangan, foto-foto, dan formulir pajak. Tidak hanya ditulis dalam huruf latin berbahasa Indonesia, namun juga beberapa ditulis dalam bahasa Arab Pegon. Ada pula formulir berhuruf Jawa. Sebagai pelengkap, wawancara dengan sumber terkait juga dilakukan penulis. Tak lupa data-data sekunder dari berbagai buku dan penelitian tentang Gresik juga disertakan.
Oemar Zainuddin merupakan Generasi keempat dari H. Oemar Akhmad, saudagar yang memiliki usaha sarang burung wallet dan toko kulit yang kemudian jadi cikal bakal industri kulit di Gresik. H. Oemar Akhmad memiliki lima putra yang kemudian mewarisi bisnisnya di bidang perkulitan, yakni Asnar, H. Djaelan, H. Achmad Djaenoeddin, H. Moeksin, dan H. Abdul Gaffar. Penulis buku ini yakni Oemar Zainuddin merupakan cucu H. Achmad Djaenoeddin, putra ketiga.
Ketenaran keluarga ini sampai ke luar Gresik bahkan sampai ke Batavia, antara lain bisa dibuktikan dari arsip-arsip surat pos yang datang dari berbagai kota di Indonesia yang rata-rata hanya mencantumkan nama salah satu dari lima bersaudara tersebut tanpa alamat, kecuali pencantuman Kota Grissee, namun selalu sampai. Kejayaan keluarga ini juga masih bisa dilihat kini dari rumah-rumah megah campuran gaya Kolonial dan Cina di Kampung Kemasan Gresik, yang usianya lebih dari satu abad. Rumah-rumah tersebut dibangun dengan tukang pilihan yang berasal dari, imigran dari Cina yang sangat ahli membuat bangunan. Meski bangunan di Kampung Kemasan Gresik tidak sedikit yang juga megah, namun dominasipilar-pilar Eropa, warna merah, dan ornamen Cina merupakan ciri khas bangunan milik keluarga ini.
Semula, H. Oemar Akhmad, ayah lima bersaudara tersebut, sekalipun sukses berdagang kulit, namun ia belum punya pabrik kulit. Karena usia, ia mengundurkan diri dari dunia bisnis tahun 1896. Sebuah pabrik penyamakan kulit, yakni Pabrik Kulit Kemasan dibangun lima bersaudara anak H. Oemar Akhmad selang dua tahunan berkiprah meneruskan usaha sang ayah. Modalnya, selain dari keuntungan toko kulit, juga dari hasil usaha wallet yang juga dirintis H. Oemar Akhmad.
Ditangangi serius, Pabrik Kulit Kamasan sangat maju. Kliennya dari berbagai kota. Tidak hanya kota-kota di Jawa Timur, namun juga berbagai wilayah di berbagai penjuru Indonesia. Ada pula perusahaan asal Jepang yang menjadi klien Pabrik Penyamakan Kulit Kemasan. Yang menarik, Raja Solo juga menjadi klien fanatik perusahaan kulit ini, dalam salah satu arsip foto yang disertakan dalam buku, mengunjungi rumah Haji Djaelan dan berfoto bersama Keluarga Kemasan.
Kesuksesan lima bersaudara ini di samping menjadi kebanggaan bagi warga Kota Gresik, juga berpengaruh luas pada kondisi ekonomi, sosial, dan budaya Kota Gresik pada umumnya. Di bidang ekonomi, berdirinya pabrik penyamakan kulit yang besar mampu mendorong kewirausahaan masyarakat lokal. Perajin-perajin kulit bermunculan di sekitar Gresik karena pasokan kulit yang telah disamak melimpah. Kerajinan kulit dari Gresik sangat terkenal, di samping karena desainnya memikat, juga karena bahan kulit dari Gresik memiliki kualitas baik. Tidak hanya itu, keluarga ini juga berkontribusi memberikan semacam kredit bagi pengusaha-pengusaha yang menjadi klien-kliennya.
Tidak hanya di bidang ekonomi keluarga ini berkontribusi bagi Gresik. Dalam bidang kebudayaan, keluarga ini berkiprah menggali dan melestarikan seni tradisional dengan mendukung even-even budaya masa itu. Dalam bidang pendidikan keluarga ini mendirikan kursus setingkat sekolah rakyat untuk anak-anak boemiputra secara gratis. Waktu itu, memang, sekolah Belanda (HIS) hanya menerima murid anak-anak orang Belanda, Cina, dan Bangsawan Kaya. Pelajaran yang ditekankan dalam sekolah gratis ini adalah membaca, menulis, berhitung dan membuat jajanan. Setelah menamatkan sekolahnya, diharapkan lulusan bisa mandiri mempraktikkan apa yang diajarkan di sekolah.
Buku ini, menurutku sangat berharga bagi siapa pun yang menaruh minat pada sejarah Gresik, terutama sejarah kewirausahaan dan dunia usaha di Gresik. Sampai sekarang, Gresik antara lain terkenal pula memiliki banyak pengusaha kecil dan menengah yang tangguh dengan etos wirausaha yang kokoh. Buku ini juga meruntuhkan anggapan bahwa perdagangan masa itu pastilah dikuasai etnis Cina dan Arab. Di Gresik, Pribumi pun sangat tangguh. *
No comments:
Post a Comment