Monday, September 01, 2008

Aku Ingat Takakura San

Malam ini aku mengingat Takakura San. Aku ingat rambutnya, matanya, hidungnya, bibirnya, semuanya. Aku ingat kepintarannya dan kerendahatiannya. Aku ingat sikap-sikap humanisnya. Terima kasih Tuhan, kau membuatku kenal dengannya. Kau membuatku mampu menangkap saripati keindahannya. Semoga kebaikan yang melimpah padanya mengalir ke jiwaku.

Oh ya, Takakura San itu pernah mengasisteni tim dari kantorku Pusdakota untuk riset teknologi pengomposan skala rumah tangga yang kini dikenal dengan Keranjang Takakura pada tahun 2005. Usai proyek riset tersebut, beberapa proyek lain dengan kantorku susul-menyusul. Jadilah dia sering terbang dari kediamannya di Kitakyusu Jepang ke Surabaya.

Kuhitung, sudah satu setengah tahun ini Takakura San nggak lagi datang ke kantorku. Hanya partnernya, Tetsuya Ishida San yang masih sering datang karena ia memiliki beberapa kerjasama dengan pemerintah Kota Surabaya dan kalau ke Surabaya pasti mampir ke Pusdakota. Menurut Ishida San, kopi Pusdakota ngangeni. Kedatangan Ishida San seringkali jadi penghibur kami. Tapi terasa kurang karena biasanya mereka datang bersama, kini nggak lagi. Ishida San hanya ditemani Mbak Vinsa, interpreter yang punya kapabilitas luar biasa, menurutku.

Takakura San terus-menerus datang dalam ingatanku malam ini. Aku ingat, sekali waktu ke Surabaya, lantas ke kantorku, memberikan hadiah sepasang mikroskop. Katanya, itu mikroskop kesayangannya dan kesayangan istrinya. Kata Pak Takakura, baik mikroskopnya maupun mikroskop istrinya tersebut dibeli pas mereka belum nikah, bahkan belum kenal satu sama lain. kala sudah menikah mereka tahu memiliki mikroskop yang sama. Ya, begitulah mungkin kalau sudah jodoh. Dan sepasang mikroskop yang sama dan sebangun itu diberikannya pada Pusdakota karena ia tahu anak-anak kampung yang biasa datang ke Pusdakota untuk belajar pasti memerlukannya. Agung sekali pemikiran Takakura San. Kini, mikroskop itu memang sangat bermanfaat. Devi kawanku, membimbing anak-anak anggota perpustakaan Pusdakota untuk mengenal mikroskop dan fungsi-fungsinya.

Aku juga ingat sebuah kejadian. Takakura San mahir mempraktikkan pijat refleksi. Ia menyentuhkan kayu serupa pensil ke beberapa titik di sekitar kaki atau tangan pasiennya. Seringkali satu atau dua titik yang disentuh akan terasa sangat sakit. Aku pernah menjerit-jerit kesakitan saat ia menyentuhkan kayunya pada salah satu titik di kakiku. Langsung ia bilang kalau kandunganku sakit. Waktu itu aku nggak percaya. Ternyata, dia benar. karena belum lama ini aku operasi untuk mengangkat myoma dalam kandunganku. Kepiawaiannya dalam hal pijat-memijat ditulari sang istri. ”Istri saya tangannya sangat menyembuhkan. Banyak orang yang minta bantuannya kalau sakit. Menurut istri saya, saya masih kasar kalau emegang pasien,” katanya.

Tidak cuma kami di Pusdakota yang terkesan dengannnya. Komunitas di sekitar kantor kami juga terkesan dengan sikap hangatnya. Bila datang ke Pusdakota, Takakura San berdua dengan Ishida San, memang selalu menyempatkan diri datang ke kampung Rungkut, melihat-lihat keranjang Takakura yang dipakai warga. Sesekali pula keduanya mengantar para tamu asing yang besertanya, termasuk wartawan koran kenamaan Asahi Shimbun yang ingin meliput partisipasi warga RW 14 Rungkut Lor Surabaya di bidang pengelolaan lingkungan hidup. Warga Rungkut Lor, dengan senang hati menerimanya, terutama kaum ibu. Ibu-ibu ini pasti minta kupotret bareng Takakura San dan Ishida San.

Ingatanku lantas berputar ke makan siang bareng yang selalu diselenggarakan Pusdakota untuk para stafnya. Takakura San yang kelahiran 27 April 1959 ini tak pernah menampik makanan apa pun. Bahkan yang pedas pun ia mau. ”Semuanya enak. Tapi saya paling suka kopi yang disajikan. Enak sekali,” ujarnya dalam bahasa Jepang. Ia memang penyuka kopi tanpa gula yang diminum dalam keadaan panas. Kalau sedang senggang di Pusdakota, misalnya, ia juga sering memasak di dapur kantor lembaga ini. Masakan khasnya yang disukai staf Pusdakota adalah semacam kare ayam berbumbu kental dan mie. Semua bumbu yang dipakai adalah hasil improvisasinya.

Takakura San memang piawai mengelola hubungan interpersonal dengan siapa pun. Aku pernah mewawancarainya untuk sebuah majalah dan menanyakan apa sih rahasianya sehingga ia bisa bergaul dengan siapa pun. Ternyata, lulusan Himeji Institute of Technology jurusan kimia terapan ini memang gemar berorganisasi. Kini dia juga mengaktivasi kegiatan voluntary di bidang lingkungan hidup lewat kegiatan advisory-nya.

Sewaktu mahasiswa, tenaga ahli di perusahaan G-Power Jepang ini juga dikenal sebagai aktivis kegiatan kampus. Tugasnya sebagai aktivis mahasiswa, antara lain juga merancang kegiatan-kegiatan kampus yang bersifat kemasyarakatan agar lebih menarik. ”Sama seperti yang dilakukan Pusdakota untuk komunitas,” katanya.

Takakura San benar-benar jadi inspirasiku untuk terus menampilkan ketulusan dan karya-karya terbaik sepanjang hayat. *vit

No comments: