Wednesday, September 10, 2008

Pengalamanku Menyemai Bibit yang Dianggap Afkir

Ini kisahku tentang bakal bibit atau bibit pada tanaman. Sejak dulu pelajaran yang kuterima adalah, kalau membibit, pilih-pilih yang terbaik agar bila tumbuh kelak, akan baik pula hasilnya, sebagaimana harapan kita. Berbagai metode pemilihan bibit yang baik pun ada dan diabsahkan. Mulai dari melihatnya secara fisik: bentuk, berat dll sampai uji-uji lain.

Dulu aku senantiasa menuruti metode pemilihan bibit yang telah diakui umum benar adanya. Aku pilih-pilih bibit apa saja yang akan kusemai. Yang nggak terpakai aku komposkan di keranjang takakura. Dengan demikian bibit kuanggap afkir itu lekas diproses oleh alam dan bermanfaat bagi kehidupan ini.

Tapi ada sebuah hari di mana aku tak lagi mengikuti saran-saran umum. Pada biji mahkota dewa yang kubibit, aku tidak pilih-pilih mana yang baik dan yang tidak.

Buah-buah mahkota dewa di rumahku, umumnya berkualitas bagus. Bila matang warnanya merah marun. Besar-besar dan segar. Aku dulu selalu memilih buah yang paling besar dan berpenampilan paling bagus untuk kucari bijinya, lantas kubibit. Tapi kemudian timbul pikiran bahwa yang jelek bahkan cacat pun harus tetap diberi kesempatan untuk hidup dan berkembang biak. Bukankah di dunia ini tak ada yang tanpa cela? Biarlah alam yang nantinya berkehendak, apa bibit itu bisa tumbuh dan berkembang menjadi tanaman yang sehat atau tidak.

Buah yang kecil dan agak gripis juga kuambil bijinya dan kusemai. Ternyata saat menjadi tanaman, bibit yang jelek tersebut tidak bermasalah dan berbuah lebat. Dengan kondisi tanah yang subur dan perawatan hati-hati, ia pun tumbuh dan berkembang dengan baik. Saat berbuah, baik pula adanya.

Nah, kenapa kita harus meremehkan yang cacat ataupun afkir?

Untuk masalah kecacatan, aku jadi ingat kawanku, Mas Fuad (http://www.cakfu.info/) yang difabel fisik, namun kuat secara mental. Fisik yang lemah, bagi dia bukan halangan untuk mencapai karya-karya gemilang. Gelar masternya dari Universitas Groningen, Belanda, misalnya, dia peroleh setelah menyisihkan ribuan pelamar di negeri ini untuk memperoleh beasiswa. Kini ia aktif dalam gerakan kampanye peduli kaum rentan.

Makhluk-makhluk di dunia ini memang memiliki aneka ragam kondisi. Ada yang perkasa secara fisik dan mental, ada yang fisiknya perakasa namun mentalnya tidak, ada yang mentalnya perkasa tapi fisiknya lemes sekali, ada pula yang lemes semuanya. Variasi ini tercipta agar kita semua bisa saling berbagi. Iklas menerima dan memberi. Tidak untuk saling mengalahkan satu sama lain demi kepentingan pribadi. (Alpha Savitri)

No comments: