Peristiwa menggelikan terjadi di sebuah kampung padat penduduk beberapa waktu lalu. Ada panggung yang memenuhi jalan. MC bercuap-cuap promosi kehebatan suatu MSG. Para ibu dari kampung setempat berjoged-joged memakai aksesoris bungkus MSG yang diproduksi sebuah perusahaan multinasional terkenal. Ada yang pakai kalung, rompi, topi. Meriah sih suasananya, tapi aku nggak sreg.. Apalagi yang dipromosikan adalah MSG sebagai bahan campuran untuk memasak. Padahal, tahu sendiri, kan, bagaimana dampak MSG untuk kesehatan.
Oleh perusahaan multinasional tersebut, MSG dipromosikan melalui lomba memasak makanan sehat. Ibu-ibu kampung mengikuti lomba. Masing-masing mengeluarkan resep andalan. Tapi syaratnya, masakan tersebut harus ditambahi MSG produksi perusahaan tersebut.
“Bunda, kata Bunda makanan sehat itu nggak pakai MSG, kok di sini boleh pakai?” celetuk salah satu bocah yang menyaksikan acara tersebut pada bundanya. Kulihat sang Bunda yang menyaksikan lomba senyum-senyum mendengar kekritisan buah hatinya.
Kampung yang dipakai berpromosi merupakan kampung yang baru saja memenangi penghargaan kampung hijau dan memperoleh beberapa juta sebagai hadiahnya. Yang bikin lomba kampung hijau itu, juga perusahaan yang memproduksi MSG tersebut dan kini sedang naik daun. Perusahaan itu bebas bergerak ke mana saja dan seolah bisa berafiliasi dengan siapa saja termasuk aparat pemerintahan. Sehingga, ketika ingin sebuah kampung menjadi target promosi, ia nggak kesulitan. Pak lurah saja nggak berani menampik, apalagi Pak RW.
Ada warga yang bilang bahwa demi menjahit topi, kalung, rumbai-rumbai, dan aksesoris pendukung promo MSG tersebut, warga mengeluarkan uang pribadi untuk membeli MSG itu demi mendapatkan bungkus-bungkusnya. Bisa dibayangkan berapa bungkus yang mereka beli demi aksesoris sekali pakai itu. Apa dampaknya? Pertama, bikin sampah anorganik tambah banyak. Kedua, isi dari MSG tersebut, dikemanakan? Dibuang atau dipakai? Kalau dibuang, ibu-ibu seperti membakar duit sendiri. Kalau dipakai, berisiko terhadap kesehatan.
Benarkah keputusan warga ini merupakan keputusan yang didasari sikap dan perilaku ramah lingkungan? Padahal kampung tersebut baru saja memenangi kampung hijau.
Sebelum dan setelah peristiwa promo MSG tersebut, pro dan kontra terjadi di kalangan warga. Biarlah mereka berefleksi tentang makna kedaulatan sebuah kampung. Biarlah mereka memutuskan tentang apa yang seharusnya dan tidak seharusnya mereka lakukan. Untuk sampai pada kedaulatan penuh memang tidak gampang. Butuh pertengkaran-pertengkaran. Butuh adu argument. Butuh akal sehat. Dan yang paling penting, butuh nurani.
No comments:
Post a Comment